Tuesday, January 29, 2013

Abdullah bin Mas'ud


Abdullah bin Mas'ud 04/11/2002 - Arsip Profil/Tokoh

Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Al-Qur'an dengan suara merdu.


Sebelum Rasulullah masuk kerumah Arqam, Abdullah bin Mas'ud telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah SAW. Dengan demikian, ia termasuk golongan pertama yang masuk Islam.
Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah itu diceritakannya sebagi berikut:
"Ketika itu saya masih remaja, mengembalakan kambing kepunyaan 'Uqbah bin Mu'aith. Tiba-tiba datang Nabi Muhammad SAW bersama Abu bakar, dan bertanya, "Hai nak, apakah kamu punya susu untuk minuman kami? "Aku orang kepercayaan," ujarku, "dan tak dapat memberi anda minuman...!"
Maka sabda Nabi SAW, "Apakah kamu punya kambing betina mandul yang belum dikawini oleh yang jantan...?" "Ada," ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka. Kambing itu diikat kakinya oleh Nabi lalu di sapu susunya sambil memohon kepada Allah SWT. Tiba-tiba susu itu berair banyak, kemudian Abu Bakar mengambilkan sebuah batu cembung yang di gunakan Nabi untuk menampungan perahan susu. Lalu Abu bakar minumlah dan saya pun tidak ketinggalan... setelah itu, Nabi menitahkan kepada susu, "Kempislah!" maka susu itu menjadi kempis...
Setelah peristiwa itu saya mendatangi Nabi, kataku, "Ajarkanlah kepadaku kata- kata tersebut!" Ujar Nabi SAW, " Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!"
Alangkah heran dan ta'jubnya Ibnu Mas'ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang shalih dan utusan-Nya yang di percaya memohon kepada Tuhannnya sambil menyapu ke susu hewan yang belum pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia dan rizqi dari Allah berupa air susu murni yang enak buat di minum...!
Pada saat itu belum disadarinya bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah merupakan mu'jizat paling enteng dan tidak begitu berarti, dan bahwa tidak berapa lama lagi dari Rasulullah SAW yang mulia ini akan di saksikannya mu'jizat yang akan mengguncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya.
Bahkan pada saat itu juga belum di ketahuinya, bahwa yang dirinya sendiri yang ketika itu masih seorang remaja yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai pengembala kambing milik 'uqbah bin Mu'aith, akan muncul sebagai salah satu dari mu'jizat ini, yang setelah di tempa oleh Islam akan menjadi seorang beriman, dan akan mengalahkan kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukan kesewenangan para pemukanya.

Maka ia, yang selama ini tidak berani lewat dihadapan salah seorang pembesar Quraisy kecuali dengan menjingkatkan kaki dan menundukan kepala, di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di didepan para majlis para bangsawan si sisi Ka'bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Illahi Al-Qur'anul Karim:
"Bismillahirrahmaanirrahiim...
Allah yang Maha Rahman...
Yang telah mengajarkan Al-Qur'an...
Menciptakan insan...
Dan menyampaikan padanya penjelasan...
Matahari dan bulan beredar menurut...
Perhitungan...
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama...
Sujud kepada Tuhan...
Lalu di lanjutkannya bacaanya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka... dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka..., tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan pengembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy... yaitu Abdullah bin Mas'ud, seorang yang miskin yang hina dina...!
Marilah kita dengan keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat manarik dan mena'jubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair r.a. katanya:
"Yang mula-mula menderas Al-Qur'an di Mekah setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas'ud r.a. pada suatu hari para sahabat Rasulullah SAW berkumpul, kata mereka, "Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikitpun Al-Qur'an ini di baca dengan suara keras di hadapan mereka. Nah, siapa diantara kita yang bersedia mendengarkannya kepada mereka...?"
Maka kata Abdullah bin Mas'ud, "Saya." Kata mereka, "Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan adalah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankan dari orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat..." "Biarkanlah saya!"kata Abdullah bin Mas'ud pula, "Allah pasti membela."
Maka datanglah Abdullah bin Mas'ud kepada kaum Quraisy di waktu Dhuha, yakni ketika mereka berada di balai pertemuannya... Ia berdiri di panggung lalu membaca "Bismillahirrahmaanirrahiimi" dan dengan mengeraskannya suaranya; Arrahman...'allamal Qur'an...
Lalu sambil menghadap kepada mereka di terusksanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil bertanya sesamanya, "Apa yang di baca oleh anak si Ummu'Abdin itu...? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!"
Mereka bangkit mendatanginya dan memukulinya, sedang Abdullah bin Mas'ud membacanya sampai batas yang di kehendaki Allah... Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak belur ia kembali kapada para sahabat. Kata mereka, "Inilah yang kami khawatirkan tentang dirimu...!" Ujar Abdullah bin Mas'ud, "Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat yang sama esok hari...!" Ujar mereka, "Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!"

Benar, pada saat Abdullah bin Mas'ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum waktunya, belum menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongn miskin tidak berpunya, akan menjadi salah satu mu'jizat besar dari Rasulullah saw, yakni ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya cahaya siang dan sinar matahari. Tidak di ketahuinya bahwa saat itu telah dekat... Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta merta menjadi suatu mu'jizat di antara berbagai mu'jizat Rasulullah SAW ...!

Dalam kesibukan dan perpacuan hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata... Bahkan di daerah yang jauh dari kesibukan pun juga tidak...! Tak ada tempat baginya di kalangan hartawan, begitupun di dalam lingkungan ksatria yang gagah perkasa, atau dalam deretan orang-orang yang berpengaruh.
Dalam soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi dalam soal pengaruh, maka derajatnyapun di bawah... tapi sebagai ganti dari kemiskinnaya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan yang cukup dari perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, di anugerahi-Nya kemauan baja yang dapat menundukan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam telah melimpahnya ilmu pengetahuan, kemuliaan, serta ketetapan yang menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan.

Sungguh, tidak meleset kiranya pandangan jauh Rasulullah SAW ketika beliau mengatakan padanya, "Kamu akan menjadi seorang pemuda terpelajar." Ia telah di beri pelajaran oleh Tuhannya hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat Muhammad saw, dan tulang punggung para huffadh Al-Qur'anul Karim.
Mengenai dirinya ia pernah mengatakan, "Saya telah menampung 70 surat Al Qur'an yang dengan langsung dari Rasulullah saw  tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini..."
Dan rupanya Allah SWT memberinya anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa dalam mengumandangkan Al-Qur'an secara terang- terangkan dan menyebarluaskannya di segenap pelosok kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka di anugerahi-Nya bakat istimewa dalam membawakan bacaan Al-Qur'an dan kemampuan luar biasa dalam memahami arti dan maksudnya.

Rasulullah saw telah memberi wasiat kepada para sahabat agar mengambil Abdullah bin Mas'ud sebagai teladan, sabda Rasulullah SAW, "Berpegangteguhlah pada kepada ilmu yang diberikan oleh ibnu ummi 'Abdin...!
Diwashiatkannya pula agar mencontoh bacaannya, dan mempelajari cara membaca Al-Qur'an dari padanya. Sabda Nabi SAW, "Barang siapa yang ingin hendak membaca Al Qur'an tepat seperti di turunkan, hendaklah ia membacanya seperti Ibnu Ummi 'Abdin...!"
Sungguh, telah lama Rasulullah menyenangi bacaan Al-Qur'an dari mulut Ibnu Mas'ud...

Pada suatu hari ia memanggilnya sabdanya, "Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!"
"Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah...?"
Jawab Rasulullah, "Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain."
Maka Ibnu Mas'ud pun membacanya di mulai dari surat An-Nisa hingga pada sampai firman Allah ta'ala, "Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka...! Ketika orang-orang kafir yang mendurhakai Rasulullah SAW sama berharap kiranya mereka disama ratakan dengan bumi...! Dan mereka tidak dapat merasahasiakan pembicaraan dengan Allah...!" (Q. S. An-Nisa: 41-42)
Maka Rasulullah SAW tak dapat menahan tangisnya, air matanya meleleh dan dengan tangannya di isyaratkan kepada Ibnu Mas'ud yang maksudnya, "Cukup..., cukuplah sudah, hai Ibnu Mas'ud...!"

Suatu ketika pernah pula Ibnu Mas'ud menyebut-nyebut karunia Allah kepadanya, katanya, "Tidak suatu pun dari Al-Qur'an itu yang di turunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa yang di turunkannya. Dan tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat di capai dengan berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang Kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!"

Keistimewaan Ibnu Mas'ud ini telah diakui oleh para sahabat. Amirul Mu'minin, Umar, berkata mengenai dirinya, "Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah."
Dan berkata Abu Musa Al Qur'an-Asy'ari, "Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah selama kyai ini berada pada tuan-tuan!"
Tidak hanya keunggulannya dalam Al-Qur'an dan ilmu fiqih saja yang patut beroleh pujian, tetapi juga keunggulannya dalam keshalihan dan ketakwaan.
Berkata Hudzaifah tentang dirinya, "Tidak seorangpun saya lihat yang lebih mirip Rasulullah saw baik dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, dari pada Ibnu Mas'ud... dan orang-orang yang di kenal dari sahabat-sahabat Rasulullah saw sama mengetahui bahwa puteranya dari Ummi 'Abdin adalah yang paling dekat kepada Allah...!"
Pada suatu hari serombongan sahabat berkumpul pada Ali Karamullahu Wajhah (semoga allah memuliakan wajah atau dirinya), lalu kata mereka kepadanya, "Wahai Amirul Mu'minin, kami tidak melihat orang yang lebih berbudi pekerti, lebih lemah lembut dalam mengajar, begitupun yang lebih baik pergaulannya, dan lebih shalih dari pada Abdullah bin Mas'ud...!" Ujar Ali, "Saya minta tuan-tuan bersaksi kepada Allah, apakah ini betul-betul tulus dari hati tuan-tuan...?" "Benar," ujar mereka.
Kata Ali pula, "Ya Allah, saya mohon Engkau menjadi saksinya,bahwa saya berpendapat mengenai dirinya seperti apa yang mereka katakan itu, atau lebih baik dari itu lagi... Sungguh, telah di bacanya Al Qur'an, maka dihalalkannya barang yang halal dan di haramkannya barang yang haram..., seorang yang ahli dalam soal keagamaan dan luas ilmunya tentang as-Sunnah...!"

Suatu ketika para sahabat memperkatakan pribadi Abdullah bin Mas'ud, kata mereka, "Sungguh, sementara kita terhalang, ia diberi restu, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan (tingkah laku Rasulullah SAW)..."
Maksud mereka ialah bahwa Abdullah bin Mas'ud beruntung mendapat kesempatan berdekatan dengan Rasulullah saw, suatu hal yang jarang di dapat oleh orang lain. Ia lebih sering masuk kerumah Rasulullah SAW dan menjadi teman duduknya. Dan lebih-lebih lagi ia ialah tempat Rasulullah SAW  menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasianya, hingga ia di beri gelar "Peti Rahasia."

Berkata Abu Musa Al-Qur'an-Asy'ari, "Sungguh setiap saya melihat Rasulullah saw, pastilah Ibnu Mas'ud berada menyertainya..."
Adapun yang menjadi sebab ialah karena Rasulullah SAW amat menyayanginya, terutama keshalihan dan kecerdasannya serta kebesaran jiwanya, hingga Rasulullah SAW pernah bersabda mengani dirinya, "Seandainya saya hendak mengangkat seseorang sebagai amir tanpa musyawarat dengan kaum muslimin, tentulah yang saya angkat itu Ibnu Ummi 'Abdin..."
Dan telah kita kemukakan wasiat Rasulullah SAW  kepada para sahabatnya, "Berpegang teguhlah kepada ilmu Ibnu Ummi 'Abdun!"
Maka kesayangan dan kepercayaan ini memungkinkannya untuk bergaul rapat dengan Rasulullah saw, hingga ia beroleh hak yang tidak di berikannya kepada orang lain, bersabda Rasulullah SAW kepadanya, "Saya idzinkan kamu bebas dari tabir hijab...!"
Ini merupakan lampu hijau bagi Ibnu Mas'ud untuk masuk rumah Rasulullah saw dan pintunya senantiasa terbuka baginya, biar siang maupun malam, dan inilah yang pernah di perkatakan oleh para sahabat , "Sementar kita terhalang, ia di beri izin, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan..."

Dan memang Ibnu Mas'ud banyak untuk memeproleh keistimewaan ini... Karena walupun pergaulan rapat seperti ini akan memberikan padanya keuntungan, tetapi Ibnu Mas'ud hanya bertambah khusu', tambah hormat dan sopan santun...
Mungkin gambar yang melukiskan akhlaknya secara tepat, ialah sikapnya ketika menyampaikan hadith dari Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Walaupun ia jarang menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW, tetapi kita lihat setiap ia menggerakan kedua bibirnya untuk mengatakan, "Saya dengar Rasulullah saw menyampaikan hadits dan bersabda...," maka tubuhnya gemetar dengan amat sangat, dan ia tampak gugup dan gelisah. Sebabnya tiada lain karena takutnya akan alpa, hingga bersalah menaruh kata di tempat yang lain...!
Marilah kita dengarkan kawan-kawanya melukiskan gejala-gejala ini! Berkatalah 'Amar bin Maimun:
"Saya bolak-bolak kerumah Abdullah bin Mas'ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar ia menyampaikan hadits dari Rasulullah SAw, kecuali sebuah hadits yang di sampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan: 'Telah bersabda Rasulullah SAW, tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tanpak keringat bercucuran dari keningnya.' Kemudian katanya megulangi kata- kata yang tadi, 'Kira-kira demikianlah disabdakan oleh Rasulullah SAW...'"
Dan bercerita Al-Qamah bin Qais:
Biasanya Abdullah bin Mas'ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan, "Telah bersabda Rasulullah SAW," kecuali satu kali saja... disaat itu saya melihat ia bertelekan tongkat, dan tongkatnya itupun bergetar dan bergerak-gerak..."

Dan di ceritakan pula oleh Masruq mengenai Abdullah ini:
"Pada suatu hari Ibnu Mas'ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya, "Saya dengar Rasulullah SAW..." Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakainnya bergetar pula... kemudian katanya, "Atau kira-kira demikian..., atau kira-kira seperti itulah..."
Nah,  sampai sejauh inilah ketelitian, penghormatan dan penghargaannya kepada Rasulullah SAW... disamping menjadi bukti ketaqwaannya, ketelitian, dan penghormatannya ini merupakan tanda kecerdasannya...!
Orang yang lebih banyak bergaul dengan Rasulullah SAW, penilaiannya tehadap kemuliaan Rasulullah SAW lebih tepat... dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah saw ketika beliau masih hidup, begitupun kenangan kepada beliau setelah wafatnya, merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya...!

Ibnu Mas'ud tak hendak berpisah dari Rasulullah saw baik di waktu bermukim maupun di waktu bepergian. Ia telah turut mengambil bagian dalam setiap peperangan dan pertempuran. Dan peranannya dalam perang badar meninggalkan kenangan yang tak dapat di lupakan, yakni rubuhnya Abu Jahal oleh tebusan pedang kaum muslimin pada hari yang keramat itu...

Khalifah-khalifah dan para sahabat Rasulullah SAW mangakui kedudukannya ini, hingga ia diangkat oleh Amirul Mu'minin Umar sebagai Bendaharawan di kota Kufah. Kepada penduduk waktu mengirimnya itu mengatakan:
"Demi Allah yang tiada Tuhan mealinkan dia , sungguh saya lebih mementingkan tuan-tuan dari pada diriku, maka ambilah dan pelajarilah ilmu dari padanya...!"
Dan penduduk Kufah telah mencintainya, suatu hal yang belum pernah di peroleh orang-orang sebelumnya, atau orang yang setaraf dengannya... Sungguh, kebulatan penduduk Kufah untuk mencintai seseorang, merupakan suatu hal yang mirip dengan mu'jizat... sebabnya ialah karena mereka biasa menentang dan memberontak, mereka tidak tahan menghadapi hidangan yang serupa..., dan tidak mampu hidup selalu dalam aman tenteram...!

Dan karena kecintaan mereka kepadanya demikian rupa, sampai-sampai mereka mengerumuni dan mendesaknya sewaktu ia hendak di perhentikan oleh Khlaifah Utsman r.a dari jabatannya, kata mereka, "Tetaplah anda tinggal bersama kami di sini dan jangan pergi, dan kami bersedia membela anda dari mala petaka yang menimpa anda!"
Tetapi dengan kalimat yang menggambarkan kebesaran jiwa dan ketaqwaannya, Ibnu Mas'ud menjawab, katanya, "Saya harus taat kepadanya, dan dibelakang hari akan timbul fitnah, dan saya tak ingin menjadi orang yang mula-mula membukakan pintunya...!"

Pendirian mulia dan terpuji ini mengungkapkan kepada kita hubungan Ibnu Mas'ud dengan khalifah Utsman r.a. Di antara mereka telah terjadi perdebatan dan perselisihan yang makin lama makin sengit, hingga gaji dan tunjangan pensiunannya di tahan dari baitulmal. Walau demikian, tidak sepatah kata pun yang tidak baik, kelauar dari mulutnya mengenai Utsman, bahkan ia berdiri sebagai pembela dan memperingatkan rakyat ketika di lihatnya persekongkolan di masa Utsman itu telah meningkat menjadi suatu pemberontakan. Dan ketika terbetik berita ketelinganya mengenai percobaan untuk membunuh Khalifah Utsman itu, keluarlah dari mulutnya ucapan yang terkenal:
"Sekiranya mereka membunuhnya, maka tak ada lagi orang yang sebanding dengannya yang akan mereka angkat sebagai khalifah..."

Dalam pada itu, di antara kawan-kawan Ibnu Mas'ud ada yang berkata, "tak pernah saya dengar Ibnu Mas'ud mengeluarkan cercaan satu kata pun terhadap Utsman..."
Allah SWT telah menganugerahinya hikmah sebagaimana telah memberinya sifat taqwa. Ia memiliki kemampuan untuk melihat yang jauh ke dasar yang dalam, dan mengungkapnya secara menarik dan tepat.
Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan mena'jubkan, katanya, "Islamnya mereka suatu kemenangan..., hijrahnya mereka pertolongan..., sedang pemerintahannya menajdi suatu rahmat."
Berbicara tentang apa yang dikatakan orang seakrang tentang relativitas masa, ia mengatakan, "Bagi Tuhan kalian tiada siang dan malam...! Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari cahayanya...!"
Ia juga berbicara tentang pekerja dan betapa pentingnya mengangkat taraf budaya kaum pekerja ini katanya, "Saya amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat."

Dan diantara kata-katanya yang bersayap ialah:
"Sebaik-baik kaya ialah kaya hati;
sebaik-baik bekal ialah taqwa;
seburuk-buruk buta ialah buta hati;
sebesar-besar dosa ialah berdusta;
sejelek-jelek uasaha ialah memungut riba;
seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;
siapa yang memaafkan orang akan di maafkan Allah;
dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah."
Nah, itulah gambaran singkat Abdullah bin Mas'ud sahabat Rasulullah SAW; dan itulah dia, kilasan dari suatu kehidupan besar dan perkasa yang dilalui pemiliknya di jalan Allah dan Rasul-Nya serta Agama-Nya.
Itulah dia, laki-laki yang ukuran tubuhnya seumpama tubuh burung merpati, kurus dan pendek, hingga badannya tidak akan berapa bedanya dengan orang yang sedang duduk. Kedua betisnya kecil dan kempes, yang tampak ketika ia memanjat dan memetik dahan pohon arak untuk di gunakan Rasulullah SAW. Para sahabat sama menetertawakannya ketika melihat kedua betisnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah SAW, "Tuan-tuan menetertawkan betis Ibnu Mas'ud , keduanya disisi Allah lebih berat timbangannya dari gunung Uhud!"
Memang, inilah dia orang yang berasal dari keluarga miskin, buruh upahan, kurus dan hina, tetapi keyakinan dan keimanannya telah menjadikannya saah seorang imam di antara imam-imam kebaikan, petunjuk dan cahaya.
Ia telah di karunia taufiq dan ni'mat oleh Allah yang menyebabkannya termasuk dalam golongan "sepuluh orang sahabat Rasulullah SAW yang pertama masuk Islam," yakni orang-orang yang selagi hidupnya telah menerima berita gembira beroleh ridla Allah SWT dan surga-Nya.
Ia telah terjun dan tak pernah absen dalam setiap perjuangan yang berakhir dengan kemenangan di masa Rasulullah saw, begitupun di masa Khalifah sepeninggal beliau. Dan dia turut menyaksikan dua buah imperiaum dunia membukakan pintunya dengan tunduk dan patuh di masuki panji-panji Islam dan ajarannya.
Disaksikannya jabatan-jabatan yang tersedia dan menunggu orang-orang Islam yang mau mendudukinya, begitu pun harta yang tidak terkira banyaknya bertumpuk-tumpuk di hadapan mereka, tetapi tidak satupun yang mengusik dan melupakannya dari janji yang telah di ikrarkannya kepada Allah SWT dan Rasul- Nya, atau merintangi dari garis hidup dan ketekunan ibadat yang di liputi rasa khsusu' dan tawadlu'.
Dan diantar keinginan dan cita-cita hidup, tidak satupun yang menarik hatinya kecuali sebuah, yakni yang selalu di rindukan, menjadi bauh bibir dan senandungnya, serta menjadi angan-angan untuk mendapatkannya.
Nah, marilah kita simak, kata-kata yang ia sendiri menceritakan hal itu kepada kita:
"Aku bangun di tengah malam, ketika itu aku mengikuti Rasulullah SAW di perang Tabuk. Maka tampaklah olehku nyala api di pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya Rasulullah SAW bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain An- Muzanni yang ternyata telah wafat. Rasulullah SAW ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "Ulurkanlah lebih dekat padaku saudara tuan-tuan itu...! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala di letakkannya di lubang lahat, beliau berdo'a, "Ya Allah, aku telah ridla kepadanya, maka ridla'i pula ia oleh-Mu! Alangkah baiknya sekiranya akulah yang menjadi pemilik liang kubur itu!"
Nah, itulah dia satu-satunya cita-cita yang di harapkan dan di angan-angankan selagi hidupnya.
Dan sebagai anda ketahui, ia tak pernah mencari kesempatan untuk mendapatkan sesuatu untuk di kejar-kejar dan di perebutkan orang, berupa kemuliaan, kekayaan, pengaruh atau jabatan.
Hal ini karena cita-citanya adalah cita-cita seorang tokoh yang mendapat petunjuk dari Allah SWT memperoleh tuntutan dari Al-Qur'an, dan menerima didikan dari Rasulullah SAW.

ABDULLAH BIN ABBAS


Abdullah bin Abbas
03/07/2003

Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.
Sahabat yang mulia ini mulia segala-galanya, tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah saw. Dia beroleh kemuliaan sebagai keluarga dekat Rasulullah karena sebagai anak paman beliau, Abbas bin Abdul Mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu karena dia umat Muhammad yang amat alim dan saleh.

Nama lengkapnya Abdullah bin Abbas. Dia sangat alim tentang kitabullah (Alquran) dan sangat paham maknanya. Dia menguasai Alquran sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran, dan segala rahasianya.

Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah saw. wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia sebaya itu, dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadis untuk kaum muslimin yang diterimanya langsung dari Rasulullah dan dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka.

Setelah Ibnu Abbas lahir ke dunia, bayi yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah saw. Beliau memasukkan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci dan penuh berkat itulah yang pertama-tama masuk ke dalam rongga perut anak tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, masuk pulalah ke dalam pribadi bayi itu takwa dan hikmah. "Dan siapa saja yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebajikan yang banyak." ( Al-Baqarah: 269).

Ketika anak itu meninggalkan usia kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (usia 6 atau 7 tahun), dia tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi. Dia menyediakan air wudu beliau apabila hendak wudu. Bila Rasulullah salat, anak itu ikut salat; bila beliau bepergian, dia membonceng di belakang. Sehingga, Ibnu Abbas bagaikan bayang-bayang yang senantiasa mengikuti ke mana saja beliau pergi, atau dia senantiasa berada di seputar beliau. Sementara itu, anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.

Ibnu Abbas bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw. hendak mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat, dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?" Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa, "Wahai Allah, berilah dia hikmah."

Allah memperkenankan doa Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas. Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.

Ketika sebagian sahabat memencilkan dan menghina Khalifah Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, "Ya, Amirul Mukminin, izinkanlah saya mendatangi mereka dan berbicara kepadanya." Kata Ali, "Saya khawatir risiko yang mungkin engkau terima dari mereka." Jawab Ibnu Abbas, "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa." Ibnu Abbas masuk ke dalam majlis mereka. Dilihatnya mereka orang-orang yang sangat rajin beribadah. Mereka berkata, "Selamat datang, hai Ibnu Abbas. Apa maksud kedatangan Anda kemari?" Jawab Ibnu Abbas, "Saya datang untuk berbicara dengan tuan-tuan." Sebagian yang lain berkata, "Katakanlah, kami akan mendengarkan bicara Anda." Ibnu Abbas berkata, "Coba tuan-tuan katakan kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang sekaligus suami anak perempuan beliau (mantu Rasulullah), dan orang yang pertama-tama iman dengan beliau?" Jawab mereka, "Kami membencinya karena tiga perkara." Tanya Ibnu Abbas, "Apa itu?" Mereka menjawab, "Pertama, dia bertahkim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah. Kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, tetapi dia tidak mengambil harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar Amirul Mukminin dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan mengangkatnya. Kata Ibnu Abbas, "Sudikah tuan-tuan mendengar Alquran dan hadis Rasulullah yang saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya. Apakah tuan-tuan bersedia mengubah pendirian tuan-tuan sesuai dengan maksud ayat dan hadis tersebut?" Jawab mereka, "Tentu!" Kata Ibnu Abbas, "Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, siapa saja di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu." (Al-Maidah: 95). Saya bersumpah dengan tuan- tuan menyebut nama Allah. Apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?"
Jawab mereka, "Tentu darah kaum muslimin dan perdamaian di antara mereka yang lebih penting." Kata Ibnu Abbas, "Marilah kita keluar dari persoalan ini."

Kata Ibnu Abbas, "Masalah kedua, Ali berperang tetapi dia tidak menawan para wanita seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah ini, sudikah tuan-tuan mencaci Aisyah, lantas tuan-tuan halalkan dia seperti wanita-wanita tawanan yang lain-lain. Jika tuan-tuan mengatakan "Ya," tuan-tuan kafir. Dan, jika tuan-tuan menjawab, dia bukan ibu kami, tuan-tuan kafir juga. Allah SWT berfirman: "Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka." (Al-Ahzab: 6).

"Nah, pilihlah mana yang tuan-tuan suka. Mengakui ibu atau tidak. Kata Ibnu Abbas, "Ali menanggalkan gelar 'Amirul Mukminin' dari dirinya. Sesungguhnya ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, mula-mula Rasulullah menyuruh untuk ditulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah. Lalu kata kaum musyrikin, "Seandainya kami mengakui engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi Baitullah dan tidak memerangi engkau. Karena itu, tuliskan nama engkau saja, "Muhammad bin Abdullah."

Rasulullah memenuhi permintaan mereka seraya berkata, "Demi Allah, aku adalah Rasulullah, sekalipun kalian tidak mempercayaiku.
"Bagaimana?" tanya Ibnu Abbas, "Tidak pantaskah masalah memakai atau tidak memakai gelar 'Amirul Mukminin' itu kita tanggalkan saja? Jawab mereka, "Ya Allah, kami setuju." Hasil pertemuan Ibnu Abbas dengan mereka (kaum Khawarij) dan alasan-alasan yang dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4.000 orang.

Waktu muda Abdullah bin Abbas mencari ilmu dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Waktunya dihabiskan umtuk menuntut ilmu dengan sungguh- sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah beliau tiada, dihubunginya ulama- ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka. Ibnu Abbas pernah bercerita, "Apabila seseorang menyampaikan sebuah hadis kepadaku yang diperolehnya dari seorang sahabat Rasulullah, maka kudatangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu dia tidur siang. Lalu, aku bentangkan serbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk di situ menunggu dia bangun.

Sementara itu, angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku. Tetapi, memang aku sengaja melakukan demikian supaya tidak menganggunya tidur. Ketika dia keluar dan melihatku dalam keadaan demikian, dia berkata, "Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa Anda sendiri yang datang ke sini? Mengapa tidak Anda suruh saja seseorang memanggilku. Tentu aku datang memenuhi panggilan Anda!" Jawabku, "Akulah yang harus mendatangi Anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu kutanyakan kepadanya hadis yang kumaksud."

Ibnu Abbas rendah hati dalam menuntut ilmu. Dia menghormati /derajat ulama. Pada suatu hari Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qira'ah, dan Faraidh, mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu, Abdullah bin Abbas berdiri ke hadapannya seperti seorang hamba di hadapan majikannya. Ditahannya hewan kendaraan Zain bin Tsabit. Kata Zaid, "Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!" Jawab Ibnu Abbas, "Beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami." Kata Zaid bin Tsabit, "Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!"
Ibnu Abbas mengulurkan tanganya kepada Zaid, lalu dicium oleh Zaid. "Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah menghormati keluarga Nabi kami, Kata Zaid."

Ibnu Abbas sangat rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin Ajda', seorang ulama besar tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."
Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu Abbas seorang.

Salah seorang kawan Ibnu Abbas bercerita, "Saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan universitas Ibnu Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu Abbas, sehingga jalan itu sempit dan tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk menemuinya dan memberi tahu bahwa orang banyak sudah berdesak- desak di muka pintu. Katanya, "Tolong ambilkan saya air wudu!" Lalu dia berwudu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis. Katanya, "Siapa yang hendak belajar Alquran suruhlah mereka masuk." Saya keluar memberi tahu orangn banyak. Mereka pun masuk, sehingga seluruh ruangan dan kamar-kamar penuh dengan orang yang hendak belajar Alquran. Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjang lebar. Kemudian berkata kepada mereka, "Beri kesempatan kawan-kawan yang lain!" Lalu mereka keluar semuannya. Katanya, "Suruh masuk orang-orang yang hendak belajar tafsir Alquran dan takwilnya!" Maka, kuumumkan kepada orang banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas. Katanya, "Sekarang beri kesempatan pula kawan-kawan yang lain!" Saya disuruhnya keluar menyilakan orang yang hendak belajar tentang halal dan haram dan masalah- masalah fikih.

Mereka pun masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar. Setelah cukup waktunya, dia berkata pula, "Kini beri kesempatan kawan- kawan yang hendak belajar faraid dan sebagainya!" Mereka pun keluar, dan masuk pula orang-orang yang hendak belajar ilmu faraidh. Setelah selesai pelajaran faraid, disuruh masuk pula orang-orang yang hendak sastra Arab, syi'ir dan kata-kata arab yang sulit. Kemudian Ibnu Abbas membagi-bagi hari untuk beberapa macam bidang ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang berdesak-desakkan di muka pintu. Umpamanya, sehari dalam seminggu untuk bidang ilmu tafsir, besok ilmu fikih, besok ilmu peperangan (sejarah peperangan Rasulullah) atau strategi perang.

Sesudah itu ilmu syi'ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang alim yang duduk dalam majelis Ibnu Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.
Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir, Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, "Anda lebih berbobot daripada kami."

Pada suatu ketika Khalifah Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."
Ketika Ibnu Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran). Di antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu."
"Wahai orang yang berdosa! Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub a.s. Yang menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk menyingkirkan kezaliman."

Ibnu Abbas tidak termasuk orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Abdullah bin Mulaikah bercerita, "Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam, sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya pada suatu malam membaca ayat ke-19 surah Qaf berkali-kali sambil menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.

Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan dengan khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring Khalifah.
Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah, dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain serta para pemuka tabi'in.

Tatkala mereka menimbun jenazahnya dengan tanah, mereka mendengar sura membaca, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku" (Al-Fajr: 27 -- 30).
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya